F1 News

My BlogCatalog BlogRank

Lidah Jadi Komputer Kontrol, Gigi Jadi Keyboard

Lidah manusia yang tak kenal lelah telah digunakan untuk mengecap rasa, berbicara, membantu mencium, menelan makanan, juga membersihkan kuman. Kini fungsinya bisa ditambah lagi.

Penelitian yang dipimpin Profesor Maysam Ghovanloo hendak menambahkan satu kemampuan baru pada lidah. Ghovanloo memelopori penggunaan lidah sebagai alat kontrol.

Bersama tim peneliti yang dipimpinnya, Ghovanloo akan mengubah mulut orang-orang cacat menjadi komputer, gigi menjadi keyboard, dan lidah menjadi alat untuk mengendalikannya.

"Anda dapat mengontrol semua yang ada di sekitar Anda hanya dengan menggerakkan lidah," ungkap Ghovanloo pada New York Times, menjelaskan alat yang sedang disempurnakannya.

Kelompok peneliti yang dipimpin Ghovanloo menyebut penemuan baru mereka Sistem Kendali Lidah (Tongue Drive System/TDS) karena mereka benar-benar mengubah lidah menjadi alat kontrol. Penelitian mereka selama ini dibuat untuk membantu orang-orang cacat agar mampu menggunakan kursi roda, perabot rumah tangga, dan memanfaatkan komputer. Ghovanloo mengakui pekerjaannya masih sangat banyak karena proses pengembangan terus berlanjut hingga saat ini.

Meski demikian, sejumlah uji coba awal menunjukkan hasil yang menakjubkan. Salah satu calon pengguna alat kendali lidah itu menyebut desain Ghovanloo sangat fantastis. Sistem yang dikembangkan Ghovanloo berbeda dengan temuan awal para peneliti yang menggunakan gerakan wajah untuk mengontrol alat elektronik.

Bagi orang-orang cacat, pemanfaatan lidah lebih memberikan harapan karena dapat bergerak lebih efektif dibandingkan hanya menggunakan gerakan wajah. Temuan Ghovanloo dipuji sejumlah pihak. Mereka bahkan melihat ada kemungkinan alat ini dapat digunakan untuk alat komunikasi canggih.

"Ini dapat menjadikan Anda melakukan berbagai aktivitas kontrol dan pilihan untuk berkomunikasi. Ini mudah dipelajari," papar Mike Jones, wakil presiden riset dan teknologi di Shepherd Center, rumah sakit rehabilitasi Atlanta.

Sistem yang ditawarkan Ghovanloo lebih praktis dibandingkan metode "isap dan tiup" yang kini telah digunakan ratusan ribu warga cacat di Amerika Serikat (AS).

Dengan teknik "isap dan tiup", orang cacat memberi perintah dengan mengisap dan meniup udara ke dalam sebuah tabung. Perintah dalam tabung itu kemudian dihubungkan ke dalam alat elektronik seperti komputer. Namun, metode "isap dan tiup" itu hanya dapat menawarkan empat perintah berbeda sehingga sangat terbatas fungsinya. Selain metode "isap dan tiup" ada inovasi yang menggunakan gerakan mata untuk mengendalikan alat.

Namun tetap saja, metode itu harganya mahal, lambat, dan terkadang mengirimkan sinyal yang salah. Ghovanloo menilai lidah lebih fleksibel, sensitif, dan tidak pernah lelah. Karena itu penggunaan lidah sebagai alat kontrol layaknya komputer dapat difungsikan tanpa batas. Penelitian yang kini dilakukan Ghovanloo difokuskan pada pembuatan sebuah keyboard virtual di mulut.

Dia melakukan itu dengan memasang sebuah magnet selebar 3 milimeter yang ditempatkan di bawah ujung lidah. Gerakan magnet itu dapat terlacak oleh sensor yang diletakkan di celah-celah gigi. Semua informasi tentang gerakan lidah itu dikirim ke alat penerima yang akan diproses oleh software khusus dan mengubahnya menjadi perintah pada kursi roda atau alat elektronik lain.

Setelah sistem itu dinyalakan, pengguna dapat menentukan enam perintah: kiri, kanan, ke depan, ke belakang, satu klik, dan dua klik. Justin Cochran, 26, sarjana yang menguji coba alat itu, menggerakkan kursi roda keliling laboratorium hanya dengan lidah.

"Desain alat ini masih harus diperbaiki. Alat ini sangat kecil dan fantastis. Anda dapat mengontrol tidak hanya kursi roda, TV, komputer, tapi seluruh aktivitas kehidupan Anda. Dan ini satu sistem untuk semua," Cochran. Ghovanloo optimistis di masa mendatang alatnya akan semakin canggih.

"Saya berharap di kemudian hari dapat menambah puluhan lagi perintah dan mengubah gigi menjadi keyboard dan lidah menjadi alat kendali komputer. Sebagai contoh, gerakan lidah ke kiri atas untuk menyalakan lampu, kanan bawah untuk mematikan TV," papar Ghovanloo.

Menurut Ghovanloo, uji coba awal melibatkan para mahasiswa Georgia Tech. Tim yang dipimpin Ghovanloo itu kini telah menarik dana penelitian sebesar USD120.000 (Rp1,1 miliar) dari National Science Foundation dan USD150.000 (Rp1,4 miliar) dari Christopher and Dana Reeve Foundation.
ENGLISH VERSION

Berlangganan Berita:



Enter your Email






Preview | Powered by FeedBlitz

Related Posts by Categories



0 komentar:

 

Hujan Kali Ini

View blog reactions Your Site Title There are currently : visitors online. Powered by Online Count.

Senandung Kala Hujan

Free Devil ani MySpace Cursors at www.totallyfreecursors.com